Biarkan Aku Mencintaimu dalam Diam (Part 1)

Aku tahu hampir segalanya tentangmu. Ya segalanya. Namamu, tanggal lahirmu, rumahmu hingga hal-hal kecil yang berhubungan denganmu. Semua “pernak-pernik” tentangmu mungkin sudah terlalu akrab dengan otakku hingga tanpa sadar aku meletakkanmu dalam memori otakku yang paling dalam dan tersembunyi. Hingga aku sendiri tidak mengerti bagaimana cara menyingkirkan bahkan menghapus namamu yang sudah menjadi bagian terdalam di hatiku.
Sampai detik ini saja aku masih tidak memahami mengapa hatiku memilih namamu untuk dijadikan bahan isian didalamnya. Sebenarnya apa yang istimewa dari dirimu? Kamu bukan sosok yang sempurna. Bahkan bila dibanding teman-teman yang mengitarimu saja pesonamu kalah mentereng dengan mereka. Menggelikan memang, disaat banyak yang lebih bisa dikagumi diluar sana malah sosokmulah yang berhasil masuk dalam duniaku. Bukan duniaku yang nyata melainkan dunia anganku. Masuk menerobos sela-sela hatiku yang terlajur dingin akan cinta.
Waktu terasa sangat cepat berlalu. Tanpa sadar sudah delapan tahun atau mungkin lebih. Selama itu. Ya selama itu, namun kamu tetap duduk dengan sangat tenang didalam sana. Di balut sebuah perasaan yang awalnya hanya sekedar kagum yang tidak begitu aku pedulikan, namun kemudian tanpa sadar perasaan itu semakin berkembang tanpa bisa aku kendalikan. Maka selama itu pula aku mencintaimu tanpa kamu tau akan sosokku. Benar. Kamu tidak tau sama sekali akan tentangku. Aku yang slalu berdebar dengan hanya melihatmu berjalan di ujung lorong saja. Aku yang akan terguncang hanya dengan melihatmu tersenyum walau aku tau senyuman itu bukanlah untukku. Aku yang slama ini hanya bisa menyentuhmu dalam doa. Bahkan aku yang slalu ingat tanggal ulang tahunmu dan pernah mengirimimu hadiah bila tanggal itu tiba. Aku yang bukan siapa-siapa dan tidak perlu kamu pedulikan. Sepertinya otakku telah memasang alarm yang akan berbunyi setiap tanggal itu sehingga aku akan selalu ingat walau sesibuk apapun aku pada hari itu. Walau sebanyak apa pekerjaan yang harus aku kerjakan. Aku selalu ingat dan tidak pernah terlewat sedikit pun. Ahh semua itu membuat aku semakin tidak memahami mengapa kamu? Mengapa tidak yang lain saja, yang lebih terjangkau olehku?

Ingin rasanya aku menjadi seperti mereka yang bisa dengan leluasa mengungkapkan semua yang ada di hati dengan sangat mudah, seperti layaknya mengupas kulit kacang. Ingin rasanya aku menjadi seperti mereka yang dengan mudahnya memulai percakapan denganmu. Tapi keberanianku tak cukup besar untuk menyapamu. Jemariku juga terlalu lemah untuk menjangkaumu. Lalu apa yang bisa aku lakukan? Hanya bisa memendam rasa ini. Menyimpan perasaan ini sendiri. Hanya bisa menyapa bayangmu dalam anganku saja.

You Might Also Like

0 comments