Aku tahu
hampir segalanya tentangmu. Ya segalanya. Namamu, tanggal lahirmu, rumahmu
hingga hal-hal kecil yang berhubungan denganmu. Semua “pernak-pernik” tentangmu
mungkin sudah terlalu akrab dengan otakku hingga tanpa sadar aku meletakkanmu
dalam memori otakku yang paling dalam dan tersembunyi. Hingga aku sendiri tidak
mengerti bagaimana cara menyingkirkan bahkan menghapus namamu yang sudah
menjadi bagian terdalam di hatiku.
Sampai detik
ini saja aku masih tidak memahami mengapa hatiku memilih namamu untuk dijadikan
bahan isian didalamnya. Sebenarnya apa yang istimewa dari dirimu? Kamu bukan
sosok yang sempurna. Bahkan bila dibanding teman-teman yang mengitarimu saja
pesonamu kalah mentereng dengan mereka. Menggelikan memang, disaat banyak yang
lebih bisa dikagumi diluar sana malah sosokmulah yang berhasil masuk dalam
duniaku. Bukan duniaku yang nyata melainkan dunia anganku. Masuk menerobos
sela-sela hatiku yang terlajur dingin akan cinta.
Waktu terasa
sangat cepat berlalu. Tanpa sadar sudah delapan tahun atau mungkin lebih. Selama
itu. Ya selama itu, namun kamu tetap duduk dengan sangat tenang didalam sana.
Di balut sebuah perasaan yang awalnya hanya sekedar kagum yang tidak begitu aku
pedulikan, namun kemudian tanpa sadar perasaan itu semakin berkembang tanpa
bisa aku kendalikan. Maka selama itu pula aku mencintaimu tanpa kamu tau akan
sosokku. Benar. Kamu tidak tau sama sekali akan tentangku. Aku yang slalu
berdebar dengan hanya melihatmu berjalan di ujung lorong saja. Aku yang akan
terguncang hanya dengan melihatmu tersenyum walau aku tau senyuman itu bukanlah
untukku. Aku yang slama ini hanya bisa menyentuhmu dalam doa. Bahkan aku yang
slalu ingat tanggal ulang tahunmu dan pernah mengirimimu hadiah bila tanggal
itu tiba. Aku yang bukan siapa-siapa dan tidak perlu kamu pedulikan. Sepertinya
otakku telah memasang alarm yang akan berbunyi setiap tanggal itu sehingga aku
akan selalu ingat walau sesibuk apapun aku pada hari itu. Walau sebanyak apa
pekerjaan yang harus aku kerjakan. Aku selalu ingat dan tidak pernah terlewat
sedikit pun. Ahh semua itu membuat aku semakin tidak memahami mengapa kamu?
Mengapa tidak yang lain saja, yang lebih terjangkau olehku?
Ingin rasanya
aku menjadi seperti mereka yang bisa dengan leluasa mengungkapkan semua yang
ada di hati dengan sangat mudah, seperti layaknya mengupas kulit kacang. Ingin
rasanya aku menjadi seperti mereka yang dengan mudahnya memulai percakapan
denganmu. Tapi keberanianku tak cukup besar untuk menyapamu. Jemariku juga terlalu
lemah untuk menjangkaumu. Lalu apa yang bisa aku lakukan? Hanya bisa memendam
rasa ini. Menyimpan perasaan ini sendiri. Hanya bisa menyapa bayangmu dalam
anganku saja.
0 comments